PERHATIAN

------------------- Dukung Pelayanan saya di Pedalaman Kalimantan melalui Pendirian POS PI (Pos Pekabaran Injil Suku Dalam) ------------------- Bila ada kesulitan dan dukungan doa bisa disampaikan dengan lewat : muribo_psrb@yahoo.com ------------------- muribo_psrb@yahoo.com ------------------- muribo_psrb@yahoo.com ------------------- muribo_psrb@yahoo.com -------------------

12.5.08

Kelaparan, Menanti Ajal !!!



Masih ingat dengan lagu yang dibawakan koesplus berikut ini?
Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga

Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman

Itu dulu. Rasanya ingin sekali kembali ke masa itu. Sekarang beda lagi. Entah kenapa tongkat kayu tidak bisa lagi jadi tanaman?

Banyak orang kelaparan dan banyaknya penderita gizi buruk.
Sebuah kondisi yang berlawanan dengan keadaaan Indonesia yang katanya kaya akan sumber daya alam. Entah kenapa kondisi ini terjadi di Indonesia?

Padahal menurut beberapa info, makanan berhubungan dengan kepintaran seseorang.

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mendukung kampanye
Stop Kelapasan dan Gizi Buruk

Lihat sekelilingmu, apakah sesamamu memerlukan bantuan saudara dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup. Peduli, jeli, perhatian, cerdas dan empati terhadap ketimpangan pangan. semakin banyak penderita gizi buruk maka semakin nyata keburukan kita sebagai warga negara Indonesia.



Mungkin agak terlambat, tapi demikianlah hakekat sentuhan suara nurani. Semakin lama direnungkan, semakin kuat dia mencengkeram. Dan suara itu sungguh tak mungkin ditinggalkan. Sungguh tak terlupa.

Ini tentang kisah tragis itu, tentang Daeng Besse (36), seorang ibu yang sedang mengandung tujuh bulan, yang ditemukan meninggal bersama anaknya bernama Fahril (4), Jumat (29/2) lalu. Kepergian keduanya menghentak, sebab terjadi karena kelaparan. Dan hampir seluruh media, telah sukses ‘menjual’ kabar pedih itu.

Daeng Besse bersuamikan Daeng Basri, seorang penarik becak. Mereka tinggal di rumah kontrakan di Jalan Daeng Tata I blok V Lorong 2 Makassar. Sebagai penarik becak, Basri hanya bisa menghasilkan uang maksimal Rp10 ribu setiap hari untuk isteri dan lima anaknya.

Derita keluarga ini akhirnya diketahui warga. Tiga anak Basri masing-masing Salma (9), Baha (7) dan Aco (3) kemudian dibawa warga ke Rumah Sakit Haji Makassar untuk mendapat perawatan akibat kekurangan gizi. Menurut Basri, istri dan anaknya meninggal akibat kelaparan setelah tiga hari tidak makan. Hal yang sama nyaris menimpa Aco.


Renungan

Para sahabatku, pernahkah kita merasa lapar? Pernah kita benar-benar merasa sepedih apa hati wanita itu ketika nafasnya akan berakhir? Pernahkah kita berpikir apa impian wanita itu untuk anaknya yang ikut mati bersamanya?

Sebelum meninggal, mungkin wanita itu ingin berlari ke warung makanan terdekat, merampas sejumput makanan dari etalase kedai, lalu berlari lagi membawa makanan itu kepada anaknya. Tapi belum sempat melihat anaknya makan, nafasnya telah habis. Atau, bisa saja ketika merampas makanan itu, pemilik warung memukulnya, dan dia tewas tak kembali membawa nasi pada anaknya.

Tahukah kita, kawan-kawan, sehebat apa guncangan hati wanita itu sesaat sebelum meninggal? Semua kita, untuk alasan berbeda, mungkin pernah merasa lapar. Tapi tentang hati wanita itu, kita tidak akan pernah tahu. Tidak akan pernah!

Saya pernah terjebak dalam derita serupa di masa kecilku. Saya pernah merasa lapar karena kemiskinan. Jadi saya tahu, lapar bukan hanya soal perut yang kosong. Di sana berlangsung mimpi, harapan, dan rongrongan psikologis. Saya ingat, ketika kecil, saya ngiler menatap aneka makanan tersaji di etalase rumah makan. Tapi tidak sebatas itu. Saya terus membayangkan nikmatnya, bahkan bermimpi. Warna makanan itu terbayang di pikiran. Aromanya menguntit ke mana saya pergi. Karena tak bisa diraih, saya hanya bisa sedih, menangis dan keringatan menahan belitan perut. Saya merasa terbuang. Saya putus asa. Itulah sebagian masa lalu saya dan saya harap ada sebagian dari kawan-kawan yang pernah merasakan hal itu.

Saya tidak sedang ingin memohon perhatian dari pemerintah. Saya tidak bicara tentang pemerintah. Dan tidak akan pernah. Saya akan membiarkan mereka mengurusi urusannya, dan saya tidak peduli jika mereka tidak pernah memperhatikan saya. Saya juga tidak peduli jika sekelompok elit mengabaikan saya bahkan menuduh saya penipu.

“Berita tentang gizi buruk di blogger ini bohong,” kata seorang kawan.

Inilah yang ingin saya bicarakan. Berangkat dari tragedi yang menimpa ibu itu, kami ingin mengajak temang-temang yang memiliki blogger untuk ikut membantu saudara-saudara kita di sana dengan memberi setetes air pelepas dahaga, sepotong roti penyambung nyawa.

Mari kita bertindak, mari kita peduli, mari kita tebarkan cinta kasih! Inilah saatnya.

Saya mengharapkan uluran tangan teman-teman pemilik blogger untuk menyelamatkan saudara-saudara kita di sana. Sekecil apapun sumbangan yang diberi akan memberikan makna yang besar untuk saudara-saudara kita di sana.

Ini hanya andai-andaianku saja, bila ada seribu blogger yang mau bermurah hati, dan setiap blogger menyumbang seribu rupiah akan menjadi sejuta. Sejuta cukup untuk membeli beras sekitar 200 kilo. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama membentuk suatu tim di daerahnya masing-masing untuk penggalangan dana dalam membantu orang-orang kelaparan dan gizi buruk.

Sekali lagi ini bukanlah sebuah kewajiban atau keharusan. Bagi yang merasa terpanggil mari berpartisipasi. Tujuan ini adalah untuk menjalankan tugas kita sebagai makhluk yang dibekali akal budi, hati nurani, dan rasa kemanusiaan.

Mari kita menjadi blogger yang peduli sesama. Mari kita bertindak, tebarkan cinta kasih. Semoga ke depannya, semakin banyak yang tersentuh dan mau memperhatikan nasib saudara-saudara kita yang sedang dalam bencana. pakai blogger mu untuk mengajak banyak orang membantu teman-teman yang menderita. Berilah setetes kasihmu !!!

No comments: